Antara Haid dan Lelaki
February 11th 2010 by Arvan |
27 Shafar
Antara Haid dan Lelaki
Allah Ta’ala berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ
“Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, “Dia itu adalah suatu kotoran (najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat haidnya (kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haid). Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ أَوْ أَتَى امْرَأَةً حَائِضًا أَوْ أَتَى امْرَأَةً فِي دُبُرِهَا فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa mendatangi seorang dukun kemudian membenarkan apa yang dia katakan, atau mendatangi seorang wanita yang sedang haid, atau mendatangi (jima’ dengan) wanita lewat duburnya, maka dia telah berlepas diri dari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Abu Daud no. 3405 dan sanadnya dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Al-Misykah no. 1294)
Dari Aisyah -radhiallahu anha- dia berkata:
كَانَتْ إِحْدَانَا إِذَا كَانَتْ حَائِضًا فَأَرَادَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُبَاشِرَهَا أَمَرَهَا أَنْ تَتَّزِرَ فِي فَوْرِ حَيْضَتِهَا ثُمَّ يُبَاشِرُهَا. قَالَتْ: وَأَيُّكُمْ يَمْلِكُ إِرْبَهُ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْلِكُ إِرْبَهُ
“Jika salah seorang dari kami (istri-istri Nabi) sedang mengalami haid dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkeinginan untuk bermesraan dengannya, maka beliau menyuruhnya untuk mengenakan sarung guna menutupi tempat keluarnya darah haid (kemaluan), lalu beliau pun mencumbuinya.” Aisyah berkata, “Hanya saja, siapakah di antara kalian yang mampu menahan hasratnya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menahan.” (HR. Al-Bukhari no. 302)
Dari Ummu Salamah -radhiallahu anha- dia berkata:
بَيْنَمَا أَنَا مُضْطَجِعَةٌ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْخَمِيلَةِ إِذْ حِضْتُ, فَانْسَلَلْتُ فَأَخَذْتُ ثِيَابَ حِيضَتِي. فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَفِسْتِ؟ قُلْتُ: نَعَمْ. فَدَعَانِي فَاضْطَجَعْتُ مَعَهُ فِي الْخَمِيلَةِ
“Ketika aku berbaring bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu selimut, tiba-tiba aku haid, lantas aku keluar secara perlahan-lahan untuk mengambil pakaian khusus untuk masa haid. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadaku, “Apakah kamu sedang nifas (haid)?” Aku menjawab, “Ya.” Lalu beliau memanggilku, lalu aku berbaring lagi bersama beliau dalam satu selimut.” (HR. Al-Bukhari no. 298 dan Muslim no. 444)
Pembahasan Fiqhiah:
Walaupun haid merupakan ketetapan Allah yang khusus mengenai wanita, akan tetapi ini tidak berarti lelaki boleh lalai dan tidak peduli terhadap hukum-hukum wanita yang haid. Hal itu karena di antara hukum-hukum tersebut ada yang berkenaan dengan dirinya, terkhusus jika dia adalah seorang suami yang tentu saja istrinya akan mengalami haid setiap bulannya. Maka penting sekali baginya untuk mengetahui hukum-hukum haid dengan alasan yang kami sebutkan tadi, dan agar ketika ada masalah mengenai haid istrinya maka istrinya tidak perlu repot-repot keluar rumah untuk bertanya kepada orang lain.
Di antara hukum-hukum haid yang berkaitan dengan lelaki adalah:
1. Dilarang melakukan hubungan intim (jima’) dengan wanita yang tengah haid, dan ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
2. Barangsiapa yang melanggar maka:
a. Jika dia menghalalkan perbuatannya tersebut maka dia kafir keluar dari Islam.
b. Jika dia tidak menghalalkannya maka padanya ada dua keadaan:
1. Dia melakukannya karena lupa atau tidak tahu akan keharamannya. Maka orang seperti ini mendapatkan uzur dan tidak berdosa.
2. Dia melakukannya dengan sengaja, maka yang seperti dia telah melakukan dosa besar berdasarkan ijma’.
3. Bagi yang melakukannya dengan sengaja, para ulama berbeda pendapat mengenai: Apakah ada kaffarat yang harus dibayar oleh suami ataukah tidak?
Dalam masalah ini ada hadits yang bisa menuntaskan perbedaan pendapat ini, yaitu hadits Ibnu Abbas dia berkata:
أَمَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِي يَأْتِي امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِدِينَارٍ أَوْ نِصْفِ دِينَارٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh orang yang mendatangi isterinya dalam keadaan haid untuk bersedekah dengan satu dinar atau setengahnya.” (HR. Ahmad no. 2015 dan Abu Daud no. 230)
Bagi yang melemahkan riwayat ini -seperti Asy-Syaikh Muqbil- maka tentunya dia akan berpendapat bahwa tidak ada kaffarat bagi yang melanggar. Sementara bagi yang menshahihkannya -seperti Asy-Syaikh Al-Albani- maka dia akan berpendapat adanya kaffarat bagi yang melanggar, dan besarnya sesuai dengan yang tersebut dalam hadits. Dan sementara ini kami lebih condong kepada pendapat yang menyatakan shahihnya hadits ini, wallahu a’lam. Karenanya kami menyatakan bahwa orang yang melanggar larangan ini wajib untuk membayar kaffarat.
4. Kaffaratnya adalah bersedekah, yang mana besarnya bisa dipilih antara 1 dinar atau setengah dinar, dan satu dinar setara dengan 4,25 gram emas. Ini merupakan pendapat Imam Ahmad dan yang dikuatkan oleh Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin.
5. Apakah kaffarat ini hanya dikenakan bagi lelaki, ataukah juga dikenakan atas wanita?
Jawab: Dalam hal ini ada rincian:
a. Jika si wanita dipaksa dan tidak punya pilihan lain maka dia tidak berdosa dan juga tidak bayar kaffarat.
b. Jika si wanita tidak dipaksa tapi menurut begitu saja maka dia juga wajib membayar kaffarat bersama sang lelaki. Dimana masing-masing mereka membayar 1 dinar atau setengah dinar.
Ini merpakan pendapat yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dan Asy-Syaikh Ibnu Al-Utsaimin -rahimahumallah-.
6. Dilarang melakukan jima’ dengan wanita yang sudah bersih dari haid akan tetapi dia belum mandi bersih. Ini merupakan pendapat yang paling kuat di kalangan ulama berdasarkan ayat di atas, “Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” Maka Allah membolehkan jima’ dengan wanita haid dengan syarat mereka telah bersuci, bukan sekedar berhentinya haid.
7. Lebih besar lagi dosanya jika dia melakukan jima’ dengan wanita yang haid dari duburnya, karena dia telah mengumpulkan dua dosa besar dalam satu amalan.
8. Adapun mengenai hukum bermesraan dengan wanita yang haid, maka di sini ada dua keadaan:
a. Jika bermesraannya pada bagian di atas pusar dan atau di bawah lutut, maka para ulama sepakat akan bolehnya. Ini berdasarkan ayat di atas, “Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat haidnya (kemaluan),” dimana Allah hanya menyuruh untuk menjauhi kemaluan. Dan juga berdasarkan hadits Aisyah di atas, dimana Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan untuk menutupi bagian kemaluan istrinya dengan sarung.
b. Bermesraan pada bagian antara lutut dan pusar, maka di sini ada 3 pendapat di kalangan ulama. Pendapat yang paling tepat adalah pendapat Aisyah, Ummu Salamah, Ummu Athiyah, Asy-Sya’bi, Mujahid, Atha’, Ikrimah, Ats-Tsauri, Ishaq, Al-Auzai, Daud, dan merupakan mazhab Al-Malikiah, Asy-Syafi’iyah, dan pendapat Imam Ahmad, serta yang dikuatkan oleh Imam Ibnul Mundzir. Mereka menyatakan bolehnya melakukan apa saja dengan wanita haid kecuali jima’, yakni bertemunya dua yang dikhitan. Karenanya dibolehkan bermesraan dengan wanita haid pada bagian antara lutut dan pusar dengan syarat kedua kemaluan tidak bertemu.
Di antara dalilnya adalah ayat di atas, dimana yang disuruh jauhi hanyalah kemaluan. Juga berdasarkan hadits Aisyah di atas dimana Nabi -alaihishshalatu wassalam- memerintahkan untuk hanya menutupi bagian kemaluan. Dan yang lebih tegas dari itu adalah hadits Anas bin Malik dimana Nabi -alaihishshalatu wassalam- bersabda:
اصْنَعُوا كُلَّ شَيْءٍ إِلَّا النِّكَاحَ
“Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah,” (HR. Muslim no. 455) yakni: Jima’.
Catatan:
Walaupun hal ini dibolehkan, akan tetapi bagi yang mengkhawatirkan dirinya bisa terjatuh melakukan jima’, maka hendaknya dia tidak bermesraan dengan istrinya di masa haid. Ini berdasarkan isyarat dari ucapan Aisyah -radhiallahu anha-, “Hanya saja, siapakah di antara kalian yang mampu menahan hasratnya sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menahan.”
9. Bolehnya tidur dan berbaring bersama wanita yang tengah haid di dalam satu selimut. Sebagaimana dibolehkannya duduk dan makan bersama mereka.
Di antara pelajaran yang bisa dipetik dari dalil-dalil di atas adalah:
a. Sikap kehati-hatian dari Rasulullah dan bahwa beliau adalah manusia yang paling kuat menahan syahwatnya.
b. Haramnya mendatangi dukun lalu membenarkan ucapan mereka, bahkan hal ini termasuk perbuatan kekafiran.
c. Hendaknya seorang wanita mempunyai satu pakaian yang khusus dia pakai ketika dia haid.
d. Dari ucapan Nabi -alaihishshalatu wassalam-, “Apakah kamu sedang nifas (haid)?” Para ulama bersepakat bahwa hukum nifas sama seperti haid, karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- sudah tahu kalau Ummu Salamah haid tapi bersaman dengan itu beliau bertanya, “Apakah kamu sedang nifas?”. Kesamaan hukum antara nifas dan haid ini pada seluruh masalah kecuali dalam segelintir masalah yang para ulama sebutkan. Ini telah kami paparkan dalam hukum-hukum haid.
This entry was posted on Thursday, February 11th, 2010 at 8:51 am and is filed under Fiqh, Hadits, Quote of the Day. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
February 14th, 2010 at 3:08 am
assalamualaikum..ustadz apabila seseorang bersumpah untuk tidak menonton sinetron/merokok/untuk hal yang lainnya.tetapi melanggarnya.bagaimana hukum sifat kaffarat melanggar sumpah pabila kita/kami sudah membayar/menunaikannya.apakah sifat sumpahnya sudah gugur apabila sudah dibayar.atau tidak melainkan apabila dia melanggar sumpah di kemudian hari.ke 2 ke 3 dan seterusnya harus membayar lagi.jazzakollohu khoiron katsiron
July 13th, 2010 at 11:01 am
ass. ust, kalau kita sudah mandi wajib setelah haid, kemudian pada waktu melakukan hubungan suami istri ternyata dalam proses keluar darah kemungkinan masih darah haid, sementara saya haid sudah 16 hari. apa hukumnya dan apa yang harus saya lakukan….
August 7th, 2010 at 12:33 am
Asw..
Ustadz, ana mau bertanya, karena ana pengantin baru, dan banyak belum tahu..
sewaktu istri haid, kami pernah bercumbu ( tetap berpakaian lengkap), dan kami melakukan petting (menggesekkan dua alat kelamin dengan kami berdua masih dengan pakaian lengkap dan istri saya juga masih memakai pembalut). Tapi tidak terjadi penetrasi.
Apakah yang kami lakukan itu diperbolehkan dalam islam ?..dan jika tidak dibolehkan, selain istighfar dan bertaubat, haruskah kami membayar kafarat atas ketidaktahuan kami..
syukron atas jawabannya ustadz,
wassalam
April 29th, 2011 at 10:02 am
Assalamu’alaikum ya ustadz
jadi boleh ya menggesekkan kelamin antara suami dan istri dengan cara ‘petting’ ketika istri sedang haid asalkan tidak terjadi senggama?
June 1st, 2011 at 9:47 am
Assalamu’alaykum ya ustadz
Saya mau bertanya bagi wanita yg sedang haid amalan apa yg dpt dilakukannya pada waktu 1/3 malam terakhir krn dia tdk diperbolehkan shalat malam
syukron atas jawabannya ustadz,
wassalam
July 27th, 2011 at 2:58 pm
Assalamualaikum
6. Dilarang melakukan jima’ dengan wanita yang sudah bersih dari haid akan tetapi dia belum mandi bersih. Ini merupakan pendapat yang paling kuat di kalangan ulama berdasarkan ayat di atas, “Apabila mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian.” Maka Allah membolehkan jima’ dengan wanita haid dengan syarat mereka telah bersuci, bukan sekedar berhentinya haid.
untuk yang no 6 apakah ada kafaratnya, jika dilakukan karena belum tahu hukumnya?
jazakallahu khoiron
August 20th, 2011 at 9:36 am
Assalamu’alaikum ustadz, sy msh pengantin baru. Setelah 1 bulan menikah sy haid. Lalu pada hari ke-5, sy melihat sdh tdk ada darah keluar lagi. Lalu sy mandi wajib dan berhubungan intim. Ternyata keluar lagi darah. Memang sih, biasanya masa sy haid itu 7 hari. Lalu sy mandi wajib lagi. DAn menunggu hingga hari ke-7. Dan memang sdh bersih. Kemudian sy berhubungan intim dan keesokan paginya keluar darah lagi. Itu darah apa yah ustadz?? Dan apakah puasa sy batal saat darah itu keluar keesokan harinya?? Dan apkh darah itu bisa mengganggu kesehatan?
September 9th, 2011 at 7:14 am
Aslmkm tadz,
Untuk kaffarahnya dalam kasus ini (suami jima kpada istri yg haid), siapakah yg lebih berhak menerima kaffarahnya yg berupa sedekah (1 atau 0,5 dinar) itu?
October 3rd, 2011 at 7:05 pm
assalamu,alaikum
mau tanya ustad,apa boleh maaf memasukkan alat kelamin suami ke kelamin istri, akan tetapi pada permukaan saja (pada saat istri sedang haid dan darah haid yang keluar sudah sedikit)tanpa penghalang tetapi tidak terjadi penetrasi pada lubang tempat keluarnya darah haid? mhon penjelasannya. terimakasih.
October 21st, 2011 at 11:57 am
Assalamu’alaikum
saya mw tanya , berhubungan dengan istri tp saat itu g’tw dia datang haid , baru setelah selesai berhubungan tw kog ada warna kecoklatan ternyata istriku datang haid,, jadi waktu berhubungan kami berdua sm2 tidak tahu , hukumnya itu gimana ustad ?? mohon dibantu…
December 10th, 2011 at 11:56 am
bolehkah melakukan onani ketika istri haid? Jazakumullahukhairon
January 5th, 2012 at 2:03 pm
askum ustadz mau tanya gimana klo waktu saya haid suami sya minta (maaf) berhub intim tapi dengan cara menjepit buah zakarnya diantara paha saya apakah saya dosa n hukum bagi suami saya apakah dosa juga? wlks
March 11th, 2012 at 1:21 am
assalamu’alaikum, ustadz..
Saya mau tanya, saya telah bersuci dari haid saat waktu ashar, malam sebelumnya waktu isya saya sudah chek sudah tidak keluar.
Tapi, ketika saya hendak mandi setelah berhubungan badan dengan suami ternyata ada bercak warna kuning di(ma’af) celana dalam saya, dan saya tidak tahu.
Apakah itu masih masuk darah haid?
Lalu apakah saya berdosa karena hubungan badan tersebut?
Terimakasih..
March 13th, 2012 at 5:35 am
Affiah Said : Assalamu’alaikum ustadz, sy msh pengantin baru. Setelah 1 bulan menikah sy haid. Lalu pada hari ke-5, sy melihat sdh tdk ada darah keluar lagi. Lalu sy mandi wajib dan berhubungan intim. Ternyata keluar lagi darah. Memang sih, biasanya masa sy haid itu 7.
ustadz Said : Waalaikumussalam.
Seharusnya saudari tidak berhubungan selama belum 7 hari kalau memang sudah tahu adatnya 7 hari.
truz apa hukumnya jika terlanjur melakukan ustadz,,karena saat itu, kami belum tahu hukumnya? apa ada kaffaratnya,,Mohon Penjelasannya Ustadz,,!!
April 22nd, 2012 at 5:24 pm
Assalmualaikum ustad, saya mau tanya istri sy memang haid nya tidk teratur, haid slma 2 hri pd hari ke 3 sdh bersh dan mandi wjib, mlm ny kami berhubungn intim ketika sedang berhubgn, keluar lendir kecoklatan, apakah itu darah haid? krena belum mencapai klimak kami lanjutkn kembali hubungn intim sampai selesai, mhon penjelasannya ustadz?
May 4th, 2012 at 9:10 am
Ass wr wb,tnya ustad,sy sdh berhungan intim dngn istri saya(sdng haid),tp saya tdk smpe keluar sperma(tdk smpe klimaks),bagaimana itu hukumnya ustad?mohon bantuannya
May 27th, 2012 at 4:44 am
assalamualaikum ustaz,
purwanto said:
December 10th, 2011 at 11:56 am
bolehkah melakukan onani ketika istri haid? Jazakumullahukhairon
Tidak boleh, kecuali jika dilakukan dengan bantuan istri, maka boleh.
pertanyaan saya, bagaimana hukumnya bila istri membantu melakukan onani dengan cara memasukkan kemaluan suami ke dalam mulut dengan cara mengemut kemaluan suami…???
mohon pencerahannya ustaz
wassalam
June 7th, 2012 at 5:06 am
ASS
saya mau tanya
bagaimana cara seks yang benar saat istri sedang haid??
August 15th, 2012 at 3:38 pm
saya seornglaki laki yg udah nikah pasmalam pertama saya melakukan hubungan badan tapi istri saya lagi halangan tampa memberi tahu saya
bagai mn itu hukumnya
August 20th, 2012 at 11:42 pm
Assalamualaikum,
saya adalah seorang suami yang terkadang memiliki hasrat tinggi dan bila saat itu terjadi walau istri sedang haid perasaan ingin bersetubuh dengan istri tetap menggebu,hanya karena larangan agamalah maka saya sekuat tenaga berusaha menahan hasrat,yang ingin saya tanyakan adalah;pernah terjadi kami melakukan petting di saat istri sedang haid , maksud saya adalah kami bercumbu dengan menggesek2kan bagian2 sensitif kami tetapi masih dalam keadaan berpakaian lengkap,alat kelamin saya tidak masuk ke vagina,karena terhalang oleh pakaian kami,tetapi kami sama2 merasakan klimaks kepuasan,sperma saya keluar (walau tidak sampai menembus celana) demikian pula istri merasakan kepuasan seperti perasaan klimaks saat kami melakukan persetubuhan normal.
berdosakah perbuatan kami tersebut dalam islam?
mohon jawaban nya karena memang kami belum paham akan hal ini.
wassalam.
August 29th, 2012 at 11:07 am
bismillah.
stadz, maaf krn saya tanyanya di artikel ini yg mungkin krg nyambung, krn artikel yg berkaitan tdk bisa saya komentari.
bagaimana hukumnya suami-istri yg sedang jima’, sementara suami sdg memasukkan kemaluannya ke kemaluan istri, dan merangsang istri dgn hal lain; istri itu merangsang dirinya sendiri(misal menyentuh klitorisnya sendiri). krn selama ini istri tsb belum pernah mencapai orgasmee dr jima’ dgn suaminya.
apakah ini masuk dalam kategori onani?
jazakumulloh khoiron.
September 10th, 2012 at 1:19 pm
Assalamualaikum.. wr. wb..
ustadz saya mau bertanya..
bagaimana hukumnya jika melakukan hubungan intim dengan istri dgn memakai kondom, yang mana saat itu saya mengetahui kalau istri saya lagi haid. pada saat itu saya sempat ragu untuk melakukan hub intim sebab saya sempat mendengar kalo itu ga boleh dan baca sepintas kalo itu ga boleh (tdk baca hukum dan dalilnya), namun akhirnya saya melakukannya juga. kondisi saya saat itu tidak mengetahui dalil dan hukum kafarat bagi orang yang melakukan hal tersebut (belum ada kepastian dalam hati sebab memang belum mengetahui).. baru mengetahui secara jelas dan detail waktu baca artikel ustadz di website ini dan baca2 di website lain..
bagaimana ustadz mengenai hal tsb? apakah saya dikenai berdosa dan dikenai kafarat??
kalo dikenai kafarat bagaimana saya menebusnya dan kalo dirupiahkan (brp rupiah ustadz?)..
saya menyesal sebab saya baru tahu dalil hukumnya sekarang, kok tdk sejak dahulu.. atas jawaban ustadz saya haturkan terima kasih..
September 16th, 2012 at 7:13 pm
Assalamu’alaikum ustadz. Istri saya haid setelah 7 hari suci dan langsung mandi wajib, dihari ke 11 dari hari pertama suci darah keluar lagi, hari ke 13-15 kami jima’ karena menganggap itu darah istihadhoh, kemudian hari ke 16 darah mash ada, apakah ini dinamakan darah haid? Karena menurut sepengetahuan kami jarak haid pertama dan selanjutnya 15 hari suci. Terima kasih atas jawabannya.
September 6th, 2013 at 5:06 am
Kajian’a sungguh sangat membantu saya dalam mengetahui hukum-hukum yang selama ini tidak saya ketahui.